Mencari Yesus: Kisah Tiga Hari yang Mengubah Segalanya

Lentera Takjub – Yerusalem merupakan kota suci yang dipenuhi dengan gemerlap obor dan suara nyanyian doa. Setiap tahun, orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru datang ke kota ini untuk merayakan Paskah, salah satu hari raya terbesar mereka.

Paskah, yang dalam bahasa Ibrani disebut Pesach, adalah peringatan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir pada ribuan tahun sebelumnya.

Dalam perayaan ini, umat Yahudi berbondong-bondong ke Bait Allah, mempersembahkan korban, dan bersyukur kepada Tuhan atas kebebasan yang diberikan-Nya.

Di antara ribuan peziarah yang datang tahun itu, ada sebuah keluarga sederhana dari desa kecil Nazareth di Galilea.

Sebut saja Yusuf, seorang tukang kayu yang pekerjaannya sering membuat tangannya penuh serpihan kayu. Ia berjalan berdampingan dengan istrinya, Maria. Perempuan itu memiliki tatapan lembut, penuh keibuan, tetapi matanya juga menyiratkan keteguhan hati yang luar biasa.

Di antara mereka, terdapat seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun berjalan dengan penuh semangat. Namanya Yesus. Meski masih muda, sorot matanya sering kali menunjukkan kedalaman yang tak biasa bagi anak seusianya.

Meriah-nya Paskah

Perayaan Paskah berlangsung selama seminggu penuh. Bait Allah dipenuhi suara para imam yang mengumandangkan doa-doa, aroma dupa yang harum memenuhi udara, dan orang-orang berbicara tentang keagungan Tuhan.

Saat perayaan selesai, rombongan peziarah mulai kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. Biasanya, mereka berjalan dalam kelompok besar, pria dengan pria, wanita dengan wanita, sementara anak-anak bisa berada di mana saja—berlarian di antara kelompok mereka, atau ikut dengan sanak saudara yang lain.

Yusuf dan Maria, seperti orang tua lainnya, mengira Yesus ada di antara rombongan keluarga mereka. Namun, saat malam tiba dan mereka beristirahat di perkemahan, Maria mulai merasa ada yang janggal.

“Yusuf, kau melihat Yesus?” tanyanya dengan suara cemas.

Yusuf, yang sedang menyiapkan tempat tidur mereka, menoleh. “Bukankah dia bersama kerabat kita?”

Maria bangkit, matanya mulai mencari ke sekitar. Ia bertanya pada sanak saudara mereka, teman-teman seperjalanan, tetapi tak satu pun yang melihat Yesus sejak mereka meninggalkan Yerusalem.

Hatinya mulai berdegup lebih cepat.

“Dia tidak ada, Yusuf… Kita harus kembali ke Yerusalem.”

Tanpa ragu, Yusuf mengemasi barang-barang mereka, dan keduanya segera bergegas kembali ke kota suci itu.

Hari pertama pencarian

Maria dan Yusuf menyusuri jalan-jalan Yerusalem yang mulai sepi. Mereka mencari di pasar tempat para pedagang masih menjual rempah-rempah dan kain-kain indah. Mereka bertanya pada para penginap yang mungkin pernah melihat seorang anak laki-laki dengan jubah sederhana berwarna cokelat. Namun, tak seorang pun tahu keberadaannya.

Hari kedua pencarian

Mereka pergi ke tempat-tempat umum—sumur tempat orang mengambil air, rumah-rumah ibadah kecil, bahkan pinggiran kota di mana pengemis sering berkumpul. Tetapi Yesus tetap tak ditemukan.

Maria mulai lelah, wajahnya menunjukkan kelelahan luar biasa. Namun, ia menolak menyerah.

Hari ketiga pencarian

Mereka akhirnya tiba di Bait Allah, rumah ibadah terbesar bagi umat Yahudi, pusat dari segala kegiatan keagamaan. Saat melangkah masuk ke dalam aula besar, Maria dan Yusuf mendengar suara-suara percakapan.

Maria berhenti sejenak, matanya melebar saat melihat sosok yang amat dikenalnya.

Yesus duduk di tengah-tengah para rabi dan ahli Taurat—orang-orang yang sangat berpengetahuan tentang hukum agama. Anak itu berbicara dengan penuh keyakinan, bertanya dengan cara yang bahkan membuat para pemuka agama itu terdiam sejenak sebelum menjawab. Beberapa dari mereka bahkan tampak takjub, seolah sedang berbincang dengan seorang filsuf yang telah bertahun-tahun belajar, bukan dengan seorang bocah berusia dua belas tahun.

Maria bergegas menghampiri Yesus, suaranya bergetar di antara kelegaan dan keheranan.

“Nak, mengapa Engkau berbuat demikian kepada kami? Lihatlah, ayah-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau!”

Yesus menatap ibunya dengan mata yang penuh kasih, tetapi juga dengan keteguhan yang sulit dijelaskan.

“Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada dalam rumah Bapa-Ku?”

Maria terdiam, hatinya bergetar mendengar kata-kata anaknya. Yusuf juga terpaku, tak sepenuhnya memahami apa yang Yesus maksudkan.

Namun, mereka tahu satu hal—anak mereka bukan anak biasa.

Yesus bangkit dan mengikuti mereka kembali ke Nazareth. Ia tumbuh dalam kebijaksanaan, dalam kasih sayang orang tua-Nya, dan dalam kesadaran penuh akan panggilan besar yang menantinya di masa depan.

*Cerita ini berdasarkan kisah yang terdapat pada injil Lukas 2:41-52, dengan tambahan konteks sejarah dan budaya yang relevan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!