Wapres Gibran Kunjungi Korban Perusakan Rumah Doa di Padang

Artikel ini merujuk pada laporan BBC News Indonesia, 28 Juli 2025, dan Wartakota, 31 Juli 2025, yang telah dikembangkan ulang oleh tim redaksi.

Lentera Takjub, Padang, Sumatra Barat — Minggu sore itu seharusnya menjadi waktu yang damai di sebuah rumah doa kecil milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai. Namun, suasana berubah mencekam ketika puluhan orang datang dengan membawa kayu, batu, bahkan pisau, dan meneriakkan seruan untuk membubarkan kegiatan ibadah.

Saat itu, sekitar pukul 16.00 WIB, Pendeta Fatiaro Dachi sedang duduk bersama jemaat di teras rumah doa. Beberapa saat kemudian, Ketua RT dan Lurah setempat datang dan meminta pendeta ikut berbicara di bagian belakang bangunan. Tanpa disangka, tak lama berselang kerumunan warga menyerbu. Jendela-jendela dihantam kayu, batu melayang masuk, kursi plastik porak poranda.

Tangisan anak-anak memecah udara sore itu.

Anak-anak Jadi Korban

Mengutip BBC, di dalam rumah doa itu, puluhan anak tengah mengikuti pelajaran agama Kristen. Suasana belajar berubah menjadi kepanikan. Anak-anak berlarian, beberapa di antaranya mengalami luka akibat pemukulan. Seorang anak perempuan berusia 11 tahun mengalami cedera kaki, sementara seorang anak laki-laki berusia 9 tahun mengalami luka di bahu setelah dipukul dengan kayu.

“Saya tidak pernah membayangkan harus melihat anak-anak saya dalam kondisi seperti itu. Mereka hanya ingin belajar tentang iman mereka,” tutur Pendeta Dachi, suaranya bergetar.

Tindakan Kepolisian dan Respons Pemerintah

Pihak kepolisian menyatakan telah mengamankan sembilan orang yang diduga terlibat dalam perusakan tersebut. Brigjen Pol Solihin, Wakapolda Sumatera Barat, menyebut para pelaku dikenali dari video yang beredar di media sosial. Namun, hingga saat itu, belum ada laporan resmi terkait kekerasan terhadap anak-anak.

Sementara itu, Wali Kota Padang Fadli Amran menyebut kejadian ini sebagai akibat dari “miskomunikasi.” Ia meminta maaf atas insiden yang mencederai rasa aman umat Kristen dan menjanjikan penanganan trauma serta pendampingan oleh Dinas Sosial dan Kesehatan.

Luka yang Masih Menganga

Bagi para korban, kata “miskomunikasi” tak mampu menyembuhkan luka. Baja Baruhu (57), salah seorang saksi mata, masih dihantui ketakutan. Ia menyaksikan langsung bagaimana kekerasan itu terjadi hanya beberapa meter dari tempat duduknya.

“Saya trauma. Kami takut ini akan terulang atau bahkan lebih parah. Kami hanya ingin beribadah dan belajar agama,” katanya.

Pendeta Dachi menambahkan, ancaman dari warga agar tidak lagi melakukan kegiatan ibadah masih terus berdatangan. Trauma terbesar, menurutnya, dirasakan anak-anak yang kini takut untuk kembali belajar.

Wakil Presiden Turun Tangan

Kepedulian datang dari Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, yang secara langsung mengunjungi para korban di Gedung Dinas Sosial Kota Padang pada 30 Juli 2025.

Dalam pertemuan tertutup, Gibran menyatakan keprihatinannya dan memerintahkan agar semua biaya pengobatan ditanggung negara. Ia juga meminta agar disediakan kursi roda untuk anak-anak yang mengalami cedera berat agar mereka tetap bisa bersekolah.

“Negara harus hadir untuk anak-anak ini,” ungkap Gibran, dalam pernyataan singkatnya.

Bukan yang Pertama

Sayangnya, ini bukan insiden pertama. Dua tahun sebelumnya, di daerah Lubuk Begalung, jemaat Kristen juga mengalami intimidasi dan kekerasan serupa. Kala itu, pelaku divonis tujuh bulan penjara. Namun nyatanya, peristiwa intoleransi terus terulang.

Yutiasa Fakho, penasihat hukum warga Nias, menegaskan pihaknya akan menempuh jalur hukum. “Kami memaafkan, tapi proses hukum harus berjalan. Negara ini menjamin kebebasan beragama, dan itu harus ditegakkan,” katanya.

Menjaga Indonesia yang Bhineka

Perusakan rumah doa ini bukan hanya serangan terhadap bangunan fisik. Ini adalah luka bagi kehidupan beragama di Indonesia.

Kisah ini harus menjadi pengingat bagi kita semua: bahwa Indonesia yang besar adalah Indonesia yang memberi ruang bagi semua keyakinan, bukan hanya di konstitusi, tapi juga dalam kehidupan nyata.

Semoga luka di Padang menjadi awal dari penyembuhan panjang menuju toleransi sejati. Dan semoga, rumah-rumah doa kembali menjadi tempat damai, bukan ketakutan.

error: Content is protected !!